Oleh : Ir. KRAy. S. Anglingkusumo SPd, M. Eng
Wanita sebagai
penentu kebahagiaan keluarga ( suami dan anak anak ) dituntut untuk
bersiap diri
menghadapi tahun yang baru yang akan penuh tantangan, menghadapi perubahan yang
akan semakin cepat, memasuki tatanan baru dalam kemajuan teknologi
yang luar
biasa.Tentu ”penanganan pendidikan” bagi anak anak perempuan akan sangat
jauh berbeda
dengan ”tempo doeloe”..
Tulisan ini akan
mengantarkan pembaca kepada suatu pendidikan wanita tempo ”doeloe”, yang
ternyata ikut berperan dalam kehidupan rumah tangga dimana sekarang
ini sangat jauh
berbeda dengan dahulu, yang bagi para
ibu masakini yang sudah berusia
lanjut ( 60 th
keatas) terasa sangat aneh, dan sulit dimengerti. Namun demikian itulah
kenyataan yang
ada dan semuanya berubah sangat cepat sebagaimana cepatnya teknologi
komunikasi
sekarang.
Pada masa tahun
1945 sampai 1960 an , para gadis remaja
masih mendapat nasehat nasehat
tentang etika, dunia wanita dewasa, pendidikan ketrampilan wanita
seperti peker
jaan rumah
tangga, menjahit dan memasak dan sebagainya langsung dari ibunya atau dari
anggota keluarga
lainnya seperti tante, bude atau sesepuh lainnya.
Ungkapan bahwa
”sorga dibawah telapak kaki ibu” adalah suatu ungkapan yang sangat
dalam artinya
yang secara umum bisa diartikan bahwa masa depan anak tergantung kepada kepandaian dan tingkat
pendidikan ibu. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa masa depan bangsa
tergantung pada peran ibu, sehingga ada ungkapan menyatakan bahwa ” Wanita
adalah tiang negara, rusak wanita, rusaklah negara”.
Pengaruh seorang
ibu terhadap anak amat besar pengaruhnya. Betapa tidak, sejak bayi ma
Sih dalam
kandungan ibu sudah menentukan masa depan (kesehatan) bayi yang akan lahir
kelak. Sekarang sangat mudah mendapatkan bukti bukti yang konkrit, misalnya
bila
Bayi itu memang
dikehendaki, dia akan lahir dengan baik dan sempurna demikian pula
Pertumbuhannya
sebaliknya bila tidak dikehendaki, maka bayi itu akan lahir cacat, digu
gurkan atau
terlantar setelah lahir akibat dari upaya melenyapkan rasa malu dengan minum
jamu, obat obatan atau tidak merawat kandungan dengan baik. Belum lagi bagi
perkawinan yang
sah, hanya karena kemiskinan, karena terlalu banyak anak akhirnya
anak menjadi ”terlantar” sengaja maupun tidak sengaja.
Demikianlah maka sejak dalam kandungan ibu sudah
menentukan masa depan bayi dan selanjutnya masa depan anaknya dengan ”pitutur”
atau petuah2 yang selalu diberikan bahkan sampai akan menginjak masa berumah
tangga.
Berdasarkan arsip
sejarah Indonesia, wanita sejak jaman dahulu kala dipersiapkan menjadi ibu yang
baik, yang bijaksana, menjadi panutan bagi anak anaknya bahkan di
lingkungan
kerajaan terkadang memang disiapkan untuk menjadi pendamping raja atau
bahkan memimpin
kerajaan, baik sebagai ibu suri maupun sebagai ratu, terbukti keber
hasilan
pemerintahan Ratu Sima ( abad ke 7 ) dari kerajaan Kalingga, maupun Tribhuana
Tunggadewi yang
naik tahta pada th.1328 di kerajaan Majapahit, demikian pula di
Aceh, Sumatra
Barat, Sulawesi Selatan dll .
Pendidikan tempo
dulu pada umumnya diberikan langsung oleh ibu , diarahkan oleh ayah
dan sekaligus
juga diberi contoh sebagai suri tauladan oleh orangtua maupun orang orang
sekelilingnya
yang sangat dijaga agar tetap berada dalam suasana tertib, santun sesuai dengan pelajaran dan contoh etika yang diberikan.
Meskipun anak
anak gadis bersekolah disekolah umum, tetapi dirumah tetap mengikuti dan patuh
pada pola tradisi yang ada. Sehingga
meskipun berpendidikan tinggi, etika dan
tradisi masih dijaga dengan baik.
Dalam buku
”Wulang Estri” karya Sri Paku Alam ke II, tertulis wejangan/nasehat bagi
Wanita dari
seorang ayah kepada putrinya yang ditulis dalam bentu mocopat, dengan bahasa
Jawa bagaimana menyikapi masa depan
yaitu menjadi ibu rumah tangga yang baik.
Adapun isi buku ”
Wulang Estri ” tersebut antara lain adalah :
- Mengenai pengetahuan (kecakapan) berumah tangga yang harus diketahui oleh para wanita, seluk beluk berumah tangga yaitu :
”Nora gampang babo wong ngalaki, luwih saking abot,kudu weruh ing tata
atine,
miwah cara carane wong laki, lan wateke ugi,den awas den emut”
- Petuah untuk tidak sombong dan berbuat semena mena, yaitu :
” Yen pawestri tan kena mbawani,tumindak sapakon, nadyan sireku putri
arane,
ora kena ngandelaken sireki,yen putri narpati,
temah dadi luput”
Artinya seorang wanita jangan mendahului kehendak
suami, berbuat semaunya/
Asal perintah,meskipun kamu itu wanita jangan
menonjolkan diri sekalipun putri
Raja, karena akan
berakhir tidak baik.
Inti bait ini adalah agar
wanita patuh,tidak melawan suami,bila berbuat sesuatu
hendaknya dipikir dahulu.
c. Mengerti obat obatan / jamu serta merawat
diri agar tetap sehat dan cantik :
”Cawisa lir pakaryaning estri, raratus kokonyoh,
widada sang dyah pagurone,
winulangaken mring marune sami, mrih dadya
kanthi,ngladosi mring kakung”
Selalu sedia keperluan putri, memakai ratus dan
lulur, lancara sang dyah mengajar
kepada semua madu, agar menjadi teman,dalam
melayani suami.
Bait ini menggambarkan pentingnya pengetahuan
tentang obat obatan, jamu dan
senantiasa harus Ngadi saliro
dan Ngadi Busono,memakai wewangian agar selalu m menawan dan siap melayani suami.
- Wanita harus pandai berhemat dan cermat :
” Lan aja doyan sembrana,menenga yen ora kasil,dohena wicara lakon,elinga
tin
dak kang becik,serta gemi gemati,ngreksoa kagungan ang kulun, kang dadi
atasira
yen ana wong den dasiki, aja rangsang ayema tepa sarira”
Jangan suka bersenda gurau , diamlah kalau tidak berhasil,jauhkan bicara
yang tidak perlu,ingat selalu perbuatan yang baik, berbuatlah hemat dan cermat
serta
menjaga harta milik suami , jangan mudah iri hati bila ada orang lain
dikasihi.
Sebenarnya masih banyak contoh contoh pendidikan perempuan yang diwujudkan
dalam bentuk tembang, maka empat buah contoh bait diatas adalah gambaran ajaran
Para orang tua kepada anak gadisnya yang dipersiapkan menyongsong masa
depan
dalam rumah tangga, yaitu harus bijaksana,cerdas
limpat,waspada,sabar,narima,bekti
nastiti,gemi,gumati,cawis lan tansah manis merak ati.
Pendidikan wanita Jawa Tempo Doeloe ini, hendaknya dapat kita jadikan
perbandingan, mana yang baik kita terapkan, dan yang kurang baik dan tidak
sesuai
dengan jaman kita tinggalkan.
Namun demikian yang pasti adalah pentingnya dan perlunya para ibu
memberikan
petuah kepada putri putrinya, sebagai bekal menghadapi hidup agar tidak
mudah
terjadi keretakan rumah tangga yang mempengaruhi perkembangan anak anak.
Sebagai penutup tulisan ini,marilah kita simak kata kata pujangga besar
Jawa, Raden
Ranggawarsita yang berbunyi : ” Wadon nir wadonira,karana kaprabaweng
salokorukmi” yang artinya : Sifat wanita akan hilang karena pengaruh harta
benda.
No comments:
Post a Comment