Oleh :
KRAy. SM. Anglingkusumo SPd, M.Eng
Masyarakat Yogyakarta pada umumnya tidak
suka menonjolkan kemahirannya,
tindakan dan ucapan, selalu menunjukkan kerendahan hatinya,demikian itu anggapan
Mereka
tidak akan mengurangi martabatnya, bahkan tanpa disengaja,terlihat akan budi
bahasa yang Luhur dan halus.
Didalam
bahasa Jawa disebut “ Ruruh, raras,
angresepake “, inilah ciri khas, lebih lebih bagi orang yang masih mengaku
keturunan dari raja raja berkuasa pada
masa tempo dahoeloe.
Didalam
dunia pendidikan masa lampau ,sebagai pedoman yang dipakai contoh adalah karaton, karena apa yang ada disana,dianggap
yang paling baik.
Memang
sebenarnya karaton punya falsafah,
kesusasteraan,kesenian dan kesusilaan.
Dikala
itu belum banyak sekolah, maka cara mendidik dan menyebarkan pengetahuan melalui
katakata, pitutur, wejangan, saresehan, tembang , ditirukan kemudian
diteruskan kepada generasi selanjutnya dan orang lain.
Pada
penyampaiannya sangat sederhana, lugu,
kadang tersamar dalam bentuk “jarwa
dhosok”, “parikan”, ”semu” , “sasmita” dan “pralampita”.
Seperti
telah disebutkan diatas, sifat suka merendahkan diri itu, menyebabkan orang
tidak suka banyak bicar, maka segala
sesuatu bersifat semu, sasmita dan
pralampita, baik berujud bangunan,
ukiran, lukisan, sampai tanamanipun juga
dipakai contoh antara
lain :
1. Candrasengkala
memet.
Pintu gerbang ( regol / gapura
) Karaton bagian selatan, diberi nama Gadhungmlati
warna hijau, selaras dengan arti
gadhung, terdapat arca ( Jawa – pepethan ) naga
dua berwarna merah, itu
adalah candrasengkala memet, berbunyi :
“ Dwi naga rasa wani, artinya
: Dwi =dua , naga= delapan,
rasa=enam, wani= satu , jadi
kata itu apabila diwujudkan angka
adalah : 2861, kalau dibalik :
1682 itu tahun
jawa, sebagai peringatan berdirinya
bangunan Karaton Ngayogyakarta
Hadiningrat, dan kata kata tersebut mempunyai maksud
atau makna : Pintu Gadhungmlati untuk
masuk. Warna hijau , mempunyai
makna “hidup” , ukiran naga – rasa
berani ( merah )
penuh napsu /semangat.
2. Pohon
asem dan tanjung.
Di jalan jalan kota Yogyakarta dahulu banyak
ditanam pohon asem dan tanjung, sebagai perindang.Pohon itu mempunyai makna simbolik : Bunga tanjung baunya harum berbentuk bintang.
Pohon asam banyak
bermanfaat yang maknanya :
Orang muda ( pucuk daun muda yang disebut “sinom”) harus
“kesengsem” (fokus) untuk
meraih cita cita setinggi tingginya. “Sinom” diibaratkan
anak muda yang sudah
akil balik . ket. Dimasyarakat
umum para anak muda kadang disebut sebagai
“ sinoman” yaitu kumpulan anak2 muda.
3.
Pohon mempelam, jambu air ( jambu dersana ) , kepel dan
kelapa gading.
Halaman rumah
yang luas pasti ditanam
pohon pohon yang berbuah dan
bermanfaat bagi manusia, disamping mempunyai maksud yang sesuai dengan
filosofinya.
Contohnya :
pohon mempelam,
menggambarkan seorang perjaka atau
perawan yang sudah
suka sama suka ( bhs Jawa : pada geleme ), kadersan ( jambu
dersana ) rasa sih, lambangsari.
Kepel : kempeling karep, kembuling rasa,
kumpuling wiji.
Kelapa gading
: warna kuning
kelapa ibarat keluhuran, juga dipakai
untuk menyebut payudara , sebagai sarana
untuk membesarkan biji
yang tumbuh.
Kelapa gading juga
digunakan untuk upacara
siraman calon pengantin, mitoni ( siraman 7
bulan kandungan).
Jadi makna dari
buah2 itu : “ Orang
muda harus berbudi Luhur, berkedudukan baik, berkeluarga
dan melindungi serta
melestarikan keturunan agar dapat
disebut “ Trahing Kusumo
rembesing madu “.
4. Pohon
Cengkih ( cengkeh )
Pada jaman
dahulu, cengkeh termasuk
tanaman langka karena
sulit perawatannnya,
sekalipun bunga cengkih sangat dibutuhkan
masyarakat untuk bumbu
jamu tradisional.
Dahulu hanya
terdapat di makam raja2
di Imogiri. Menurut hemat saya
selagi pohon sukar didapat kala itu,
andaikata ada dan bunganya
sudah dipetik , bagaimana
dapat memperoleh buahnya , padahal buah
terjadi dari bunga.
Buah cengkeh
disebut “polong”, maka ibarat
orang akan mencapai
cita2 yang luhur , wibawa, derajad yang tinggi, padahal
semua keutamaan itu sukar
Sekali dicapai, harus melalui ujian
berat dan rumit, sehingga besar
kemungkinan tidak sembarang
orang dapat mencapainya.
Ternyata anggapan itu
benar, terbukti ada
kepercayaan barang siapa
yang
Mendapatkan buah
polong di makam
raja2 di Imogiri,
sama halnya men
dapatkan wahyu. Karena itu bila
berziarah kemakam , orang
memerlukan da
tang kebawah pohon
cengkih disana dengan caranya sendiri2
untuk mem
peroleh buah
polong itu.
5. Kain
Parangkusumo
Parang =
batu padas, batu
karang yang terdapat
ditepi laut, Kusumo = bunga, parangkusumo
artinya bunga yang
sedang mengembang, diibarat
kan merupakan
keluarga ningrat.
Pada jaman
Hamengku Buwono VIII, ada
peraturan bahwa selain keluarga
grad ( tingkat ) IV keatas,
tidak diperkenankan mengenakan
batik dengan motif
parang. Sedangkan Parang barong
hanya khusus untuk
Sri Paduka.
Adakalanya motif
batik Parang Kusumo diselingi
motif Gurda ( Garuda ) dan
“sawat” atau
sayap Garuda, itupun tidak diperkenankan.
Motif parang yang
diseling Gurdo biasa
dikenaan oleh para
Pangeran atau
Putra putri grad I .
Bahkan pada
jaman HB VII , kain motif
kawung bahkan tidak boleh
dikenakan untuk masuk Karaton.
Ada sementara
orang yang berpendapat
, bahwa pada upacara
adat orang tidak
berani memakai kain
batik motif parang , karena dianggap
takut kuwalat atau
dapat memperoleh petaka/musibah terutama
motif Parang parang gendreh, parang centhung,
parang klithik, parang curiga,
parang peni, dan masih
banyak lagi, maka
untuk saya hal
tersebut tidak menjadi
sebab.
6. Kain
batik motif nitik
Batik nitik
dibuat memakai canthing
yang sangat lembut,
dengan motif bunga
dan halus pembuatannya. Terdapat juga
pada kain “cindai “ atau
Cinde yang
banyak sekali digunakan
pada berbagai upacara
tradisi Jawa. Menurut namanya,
bias diartikan sebagai
laku untuk merintis
kesuatu arah tertentu,
kemudian ditambah dengan
pola yang lain,
umpamanya nitik kembang
tanjung, kembang kentang, itulah
yang memperkuat “lelaku”
guna mencapai tujuan
yang utama. Kadangkala
diartikan bahwa sipemakai
sedang dalam laku prihatin
dalam rangka memohon
sesuatu atau mempunyai
hajat / cita2 /keinginan tertentu.
7. Motif
Udan Riris
Udan = hijau,
riris = rintik2,Jadi motif batik
Udan riris artinya
motif bagaikan
Hujan rintik rintik, yang sifatnya
maupun kecil kecil tetapi
tidak putus putus.
Hujan rintik rintik
ini adalah gambaran
suatu keindahan yang
sangat menakjubkan, biasnya
sinar matahari yang menembus
hujan yang rintik
rintik pada pandangan
kita , akan
menampilkan sebah pelangi
yang ber warna warni sangat mempesona,
maka siapa saja
yang mengenakan kain
batik motif udan
riris konon akan
menemukan keindahan arti
motif tersebut.
Motif batik
ini biasa dikenaan
oleh para putri
bangsawan .
8. Motif
batik pisang bali
Pisang adalah
nama buah, Bali
adalah nama pulau.
Motif batik Pisang
Bali menggambarkan lukisan
ukiran sesisir pisang
dari Bali.
9. Semen
Romo
Semen artinya
“semi” dari kata
ber”semi”, /tumbuh, dan
maksudnya adalah persemaian,
Romo berarti ayah
dalam bahasa Jawa
halus selain itu
Romo ( Prabu
Romo/ Rama) adalah seorang
putra kerajaan Ayodyapala
dan titisan
dari Dewa Wishnu
yang melindungi manusia
untuk kesejahteraan,
ketenteraman lahir batin,
pembasmi perbuatan durhaka dan angkara murka.
Motif ini
sebagai lambang harapan
bagi sipemakai, agar dapat
hikmah dari para Dewa
Wishnu yang konon
selalu melindungi, mengayomi
keluarga dan siapapun
yang bersifat keutamaan, menghindari angkara
murka, perbuatan jahat.
Pengantin yang
memakai batik motif
ini harapannya adalah
tumbuh
sebagai pengayom,
dan pembasmi kejahatan,
terutama untuk diri
dan keluarganya yang
dibinanya. Kecuali itu diharapkan
hidup berbahagia,
saling mencintai,
saling asah asih asuh,
bagaikan Dewi Sinta
dan Rama.
10.Kain batik
motif Truntum
Truntum artinya
mengumpulkan ( biasanya harta ),
Motif ini sangat
klasik,dapat dilihat dari
bentuk bunga tanjung yang
seperti bintang bertaburan,
Kain motif
ini di Yogya
dikenakan oleh calon
pengantin putri, di
Solo
digunakan untuk
orang tua dan
besannya saja, tetapi di Yogya
digunakan untuk calon pengantin putri dalam
upacara tantingan pada
malam midodareni.
Dalam upacara
“panggih” / temu pengantin, para
orang tua mengenakan kain
motif truntum ini,
yang maknanya mengumpulkan “balung”
apisah ( seolah antara
dua keluarga yang
terpisah disatukan kembali), selain itu diharapkan agar
selalu “temruntum”, atut rukun,
guyub, dan pengantin memberikan keturunan
yang baik, rejekinya
juga mengalir tumuruntum.
Intinya adalah
bahwa dalam acara
tradisional Jawa ,
segala busana,
makanan dan
berbagai “uba rampe” mengandung
makna filosofi yang
dalam.
11.Motif batik
Sidoasih, sidoluhur, sidomukti,
Adalah nama nama
motif kain batik yang biasanya
dikenakan oleh
Pengantin yang
masing2 mempunyai arti
mengandung harapan saling asih asuh, Luhur
budi dan derajatnya,
dst.
12.Batik motif
cakar ayam
Yaitu kain
batik yang dikenakan
para orang tua pengantin
mulai dari dan s
Upacara pasang
“bleketepe” atau pemasangan anyaman janur
diatas pintu dedaunan yang bermakna baik sekaligus sebagai simbolik mulainya rangkaian
upacara Pernikahan , sejak itu pula
selendang “sindur” dipakai
oleh yang empunya
hajat dilingkarkan pada
pinggangnya.
13.Sindur
Orang
tua biasanya menggunakan “sindur”
sebagai symbol yang
punya hajat
Berwarna putih
dan merah bagian
tengahnya merah yang
melambangkan
“Purwaning dumadi”
yaitu asal mula kehidupan ,
bahwa manusia dapat terja
di
karena bersatunya sperma (putih) dan
indung telur (merah) , terkadang
ju
ga
dianggap perlambang suci
dan berani.
14.Kain motief
grompol
Setelah calon pengantin putri
selesai siraman, pada gaya Yogyakarta
mema
kai “singep”
( selimut ) kain bermotif
“grompol”.
Grompol adalah
kiasan dari “krompol”,”dhompol”, yang mengandung arti
ba
nyak, bersatu, berkumpul, menyatu,
guyub, dengan harapan
sipemakai rejeki
nya terkumpul, bergerombol,guyub rukun.
Tanaman
tanaman yang selalu
diperlukan untuk upacara
adat :
Dalam menunjang
lestarinya upacara adat,
baik untuk upacara
daur hidup ataupun
untuk upacara “ merti
bumi”, “sedekah bumi “, ruwatan,
bersih desa dan
lain lainnya, sesuai kearifan
local masing masing daerah, maka
di daerah Jawa
pada umumnya
di perlukan :
·
Pohon pisang
raja, pisang kapok kuning,
pisang pulut, pisang emas, pisang “morosebo”
·
Pohon kelapa
, kelapa gading, pohon pinang ( jambe )
·
Pohon tebu
wulung ( batang tebu
berwarna hitam ),pohon
sirih,
·
Pohon beringin, pohon jeruk
bali, pohon kluwih, nanas, jeruk
nipis,jeruk purut, pohon gaharu,
pohon cendana, akar wangi, pohon
waru
·
Tanaman perdu,
pandan wangi, puring, patramenggala (bunga merak),
Alang alang, padi, buah dan bungakapas
,delima putih, dadap srep.
·
Tanaman bunga
: melati, kenanga, kantil,
gambir, menur, mawar merah dan putih, telasih, kenikir, kamboja, dll.
Itulah antara
lain tanaman yang perlu
dilestarikan yang merupakan
symbol sim
bol yang
digunakan dalam berbagai
upacara tradisi Jawa.
No comments:
Post a Comment