Tuesday, August 28, 2012

SEMU , SASMITA DAN PRALAMPITA (Mendidik Tajamnya Rasa dan Budi)


Oleh  :  KRAy.  SM. Anglingkusumo  SPd, M.Eng

Masyarakat  Yogyakarta pada umumnya  tidak  suka   menonjolkan kemahirannya, tindakan  dan  ucapan, selalu menunjukkan  kerendahan hatinya,demikian itu anggapan
Mereka tidak akan mengurangi martabatnya, bahkan tanpa disengaja,terlihat akan budi bahasa yang Luhur dan halus.
Didalam bahasa Jawa disebut  “ Ruruh, raras, angresepake “, inilah ciri khas, lebih lebih bagi orang yang masih mengaku keturunan dari raja raja  berkuasa pada masa tempo dahoeloe.
Didalam dunia pendidikan masa lampau ,sebagai pedoman yang dipakai contoh adalah  karaton, karena apa yang ada disana,dianggap yang paling baik.
Memang sebenarnya  karaton punya falsafah, kesusasteraan,kesenian dan kesusilaan.
Dikala itu belum banyak sekolah, maka cara mendidik dan menyebarkan pengetahuan  melalui  katakata, pitutur, wejangan, saresehan, tembang , ditirukan kemudian diteruskan kepada generasi selanjutnya dan orang lain.
Pada penyampaiannya  sangat sederhana, lugu, kadang tersamar dalam bentuk  “jarwa dhosok”,  “parikan”, ”semu” , “sasmita”  dan “pralampita”.
Seperti telah disebutkan diatas, sifat suka merendahkan diri itu, menyebabkan orang tidak suka banyak bicar, maka  segala sesuatu bersifat  semu, sasmita dan pralampita, baik berujud  bangunan, ukiran, lukisan, sampai  tanamanipun  juga  dipakai  contoh  antara  lain  :
1.   Candrasengkala  memet.
Pintu gerbang ( regol / gapura )  Karaton bagian  selatan, diberi nama  Gadhungmlati  warna hijau, selaras  dengan  arti  gadhung, terdapat arca ( Jawa – pepethan )  naga  dua  berwarna  merah, itu  adalah candrasengkala memet, berbunyi :  “ Dwi naga  rasa  wani, artinya  : Dwi =dua ,  naga= delapan, rasa=enam,  wani= satu ,  jadi  kata itu apabila diwujudkan angka  adalah : 2861, kalau  dibalik  :  1682  itu  tahun  jawa, sebagai  peringatan  berdirinya  bangunan  Karaton  Ngayogyakarta  Hadiningrat, dan kata kata tersebut mempunyai  maksud  atau  makna :  Pintu Gadhungmlati  untuk  masuk. Warna hijau , mempunyai  makna  “hidup” , ukiran  naga – rasa  berani  (  merah )  penuh  napsu /semangat.
2.   Pohon  asem  dan  tanjung.
Di jalan jalan  kota Yogyakarta dahulu  banyak  ditanam  pohon  asem dan tanjung, sebagai  perindang.Pohon itu mempunyai  makna simbolik : Bunga tanjung  baunya harum berbentuk  bintang.  Pohon  asam  banyak  bermanfaat yang  maknanya  :  Orang muda  ( pucuk daun muda  yang disebut “sinom”)  harus  “kesengsem”  (fokus)  untuk  meraih  cita cita  setinggi tingginya. “Sinom”  diibaratkan  anak muda  yang  sudah  akil balik  . ket. Dimasyarakat umum para anak muda  kadang disebut  sebagai  “ sinoman”  yaitu  kumpulan anak2 muda.
3.    Pohon  mempelam, jambu air ( jambu  dersana ) , kepel  dan   kelapa gading.
Halaman  rumah  yang luas  pasti  ditanam  pohon pohon  yang berbuah  dan  bermanfaat  bagi  manusia, disamping mempunyai  maksud yang sesuai dengan
filosofinya.  
Contohnya  :  pohon  mempelam, menggambarkan  seorang perjaka  atau  perawan  yang  sudah  suka  sama suka  ( bhs Jawa : pada geleme ), kadersan  ( jambu  dersana ) rasa  sih, lambangsari.
Kepel :  kempeling karep, kembuling  rasa,  kumpuling  wiji.
Kelapa  gading  :  warna  kuning  kelapa  ibarat  keluhuran, juga  dipakai  untuk  menyebut  payudara , sebagai  sarana  untuk  membesarkan  biji  yang  tumbuh.
Kelapa gading  juga  digunakan  untuk  upacara  siraman  calon  pengantin, mitoni ( siraman  7  bulan kandungan).
Jadi makna  dari  buah2 itu  :  “ Orang  muda  harus  berbudi Luhur, berkedudukan baik,  berkeluarga  dan  melindungi  serta  melestarikan keturunan  agar  dapat  disebut  “ Trahing  Kusumo  rembesing  madu “.




4.   Pohon  Cengkih ( cengkeh )
Pada  jaman  dahulu,  cengkeh  termasuk  tanaman  langka  karena  sulit  perawatannnya, sekalipun  bunga cengkih sangat  dibutuhkan  masyarakat  untuk  bumbu  jamu  tradisional.
Dahulu  hanya  terdapat  di makam  raja2  di  Imogiri. Menurut hemat saya selagi pohon sukar  didapat kala itu, andaikata  ada  dan bunganya  sudah  dipetik , bagaimana dapat  memperoleh  buahnya , padahal  buah  terjadi  dari  bunga.
Buah  cengkeh  disebut “polong”, maka ibarat  orang  akan  mencapai  cita2 yang  luhur  , wibawa, derajad yang tinggi, padahal semua  keutamaan itu  sukar
Sekali  dicapai, harus melalui  ujian  berat dan  rumit, sehingga  besar  kemungkinan tidak  sembarang orang  dapat  mencapainya.
           Ternyata anggapan  itu  benar,  terbukti  ada  kepercayaan barang siapa  yang  
           Mendapatkan  buah  polong  di  makam  raja2  di  Imogiri,  sama  halnya  men
dapatkan  wahyu. Karena itu  bila  berziarah  kemakam  , orang  memerlukan da
tang  kebawah pohon  cengkih  disana  dengan caranya  sendiri2  untuk  mem
peroleh  buah  polong itu.
5.   Kain  Parangkusumo
Parang  =  batu  padas,  batu  karang  yang  terdapat  ditepi  laut,  Kusumo = bunga,  parangkusumo  artinya  bunga  yang  sedang  mengembang,  diibarat
kan  merupakan  keluarga  ningrat.
Pada  jaman  Hamengku Buwono  VIII,  ada  peraturan bahwa  selain  keluarga  grad ( tingkat ) IV  keatas, tidak  diperkenankan  mengenakan  batik  dengan  motif  parang. Sedangkan  Parang  barong  hanya  khusus  untuk  Sri Paduka.
Adakalanya   motif  batik  Parang Kusumo  diselingi  motif  Gurda ( Garuda ) dan
“sawat”  atau  sayap  Garuda, itupun tidak  diperkenankan.
Motif  parang yang  diseling  Gurdo  biasa  dikenaan  oleh  para  Pangeran atau
Putra putri  grad I .


Bahkan  pada  jaman  HB  VII , kain  motif  kawung  bahkan  tidak boleh  dikenakan  untuk masuk  Karaton.
Ada  sementara  orang  yang  berpendapat  ,  bahwa pada  upacara  adat  orang  tidak  berani  memakai  kain  batik motif  parang , karena  dianggap  takut  kuwalat  atau  dapat  memperoleh  petaka/musibah  terutama  motif  Parang parang  gendreh, parang  centhung,  parang  klithik, parang  curiga,  parang  peni, dan  masih  banyak  lagi,  maka  untuk  saya  hal  tersebut  tidak  menjadi  sebab.
6.   Kain  batik  motif  nitik
Batik  nitik  dibuat  memakai  canthing  yang  sangat  lembut,  dengan  motif  bunga  dan  halus  pembuatannya. Terdapat  juga  pada  kain  “cindai “ atau
Cinde  yang  banyak  sekali  digunakan  pada  berbagai  upacara  tradisi  Jawa. Menurut  namanya,  bias  diartikan  sebagai  laku  untuk  merintis  kesuatu  arah  tertentu,  kemudian  ditambah  dengan  pola  yang  lain,  umpamanya  nitik  kembang  tanjung,  kembang kentang,  itulah  yang  memperkuat  “lelaku”  guna  mencapai  tujuan  yang  utama.  Kadangkala  diartikan  bahwa  sipemakai  sedang  dalam  laku prihatin  dalam  rangka  memohon  sesuatu  atau  mempunyai  hajat  / cita2 /keinginan  tertentu.
7.   Motif  Udan  Riris
Udan =  hijau,  riris = rintik2,Jadi  motif  batik  Udan  riris  artinya  motif  bagaikan
Hujan  rintik rintik, yang  sifatnya  maupun kecil  kecil  tetapi  tidak  putus  putus.
Hujan  rintik rintik  ini  adalah  gambaran  suatu  keindahan  yang  sangat  menakjubkan,  biasnya  sinar  matahari  yang menembus  hujan  yang  rintik  rintik  pada  pandangan  kita  ,  akan  menampilkan  sebah  pelangi  yang ber warna warni  sangat  mempesona,  maka  siapa  saja  yang  mengenakan  kain  batik  motif  udan  riris  konon  akan  menemukan  keindahan  arti  motif tersebut.
Motif  batik  ini  biasa  dikenaan  oleh  para  putri  bangsawan .


8.   Motif  batik  pisang  bali
Pisang  adalah  nama  buah,  Bali  adalah  nama  pulau.  Motif  batik  Pisang  Bali  menggambarkan  lukisan  ukiran  sesisir  pisang  dari  Bali.
9.   Semen  Romo
Semen  artinya  “semi”  dari  kata  ber”semi”, /tumbuh, dan  maksudnya  adalah  persemaian,  Romo  berarti  ayah  dalam  bahasa  Jawa  halus  selain  itu
Romo  ( Prabu  Romo/ Rama)  adalah  seorang  putra  kerajaan  Ayodyapala
dan  titisan  dari  Dewa  Wishnu  yang  melindungi   manusia  untuk  kesejahteraan, ketenteraman  lahir  batin,  pembasmi  perbuatan  durhaka dan angkara  murka.
Motif  ini  sebagai  lambang  harapan  bagi  sipemakai, agar  dapat  hikmah  dari para  Dewa  Wishnu  yang  konon  selalu  melindungi,  mengayomi  keluarga  dan  siapapun  yang  bersifat  keutamaan, menghindari  angkara  murka,  perbuatan  jahat.
Pengantin  yang  memakai  batik  motif  ini  harapannya  adalah  tumbuh
sebagai  pengayom,  dan  pembasmi  kejahatan,  terutama  untuk  diri  dan  keluarganya  yang  dibinanya. Kecuali  itu  diharapkan  hidup  berbahagia,
saling  mencintai,  saling asah asih  asuh, bagaikan  Dewi  Sinta  dan  Rama.
10.Kain  batik  motif  Truntum
Truntum  artinya  mengumpulkan  ( biasanya  harta ),  Motif  ini  sangat  klasik,dapat  dilihat  dari  bentuk  bunga tanjung  yang  seperti  bintang  bertaburan,
Kain  motif  ini  di  Yogya  dikenakan  oleh  calon  pengantin  putri,  di  Solo
digunakan  untuk  orang  tua  dan  besannya  saja, tetapi  di Yogya  digunakan  untuk  calon pengantin putri  dalam  upacara  tantingan  pada  malam  midodareni.
Dalam  upacara  “panggih” / temu  pengantin,  para  orang tua  mengenakan  kain  motif  truntum  ini,  yang maknanya  mengumpulkan  “balung”  apisah  ( seolah  antara  dua  keluarga  yang  terpisah  disatukan  kembali), selain  itu diharapkan  agar  selalu  “temruntum”, atut  rukun,  guyub,  dan  pengantin memberikan  keturunan  yang  baik,  rejekinya  juga  mengalir  tumuruntum.
Intinya  adalah  bahwa  dalam  acara  tradisional  Jawa  ,  segala  busana,
makanan  dan  berbagai  “uba rampe”  mengandung  makna  filosofi  yang  dalam.
11.Motif  batik  Sidoasih,  sidoluhur,  sidomukti,  
Adalah  nama nama  motif  kain  batik  yang  biasanya  dikenakan  oleh
Pengantin  yang  masing2  mempunyai  arti  mengandung  harapan  saling asih asuh,  Luhur  budi  dan  derajatnya,  dst.
12.Batik  motif  cakar  ayam 
Yaitu  kain  batik  yang  dikenakan  para  orang tua  pengantin  mulai  dari  dan  s
Upacara  pasang  “bleketepe”  atau  pemasangan anyaman  janur  diatas pintu  dedaunan yang  bermakna baik sekaligus  sebagai simbolik mulainya  rangkaian  upacara  Pernikahan , sejak itu  pula  selendang  “sindur”  dipakai  oleh  yang  empunya  hajat  dilingkarkan  pada  pinggangnya.
     13.Sindur
Orang tua biasanya  menggunakan  “sindur”  sebagai  symbol  yang  punya  hajat
Berwarna  putih  dan  merah  bagian  tengahnya  merah  yang  melambangkan 
           “Purwaning  dumadi”  yaitu  asal mula  kehidupan ,  bahwa manusia  dapat  terja
di  karena  bersatunya  sperma (putih)  dan  indung telur (merah) , terkadang  ju
ga  dianggap  perlambang  suci  dan  berani.
14.Kain  motief  grompol
Setelah  calon pengantin  putri  selesai  siraman,  pada  gaya  Yogyakarta  mema
kai  “singep”  (  selimut ) kain  bermotif  “grompol”.
Grompol  adalah  kiasan  dari  “krompol”,”dhompol”, yang mengandung  arti  ba
nyak, bersatu, berkumpul, menyatu, guyub,  dengan  harapan  sipemakai  rejeki
nya  terkumpul, bergerombol,guyub  rukun.



Tanaman tanaman  yang  selalu  diperlukan  untuk  upacara  adat  :

Dalam  menunjang  lestarinya  upacara  adat,  baik  untuk  upacara  daur  hidup  ataupun  untuk  upacara  “ merti  bumi”, “sedekah  bumi “, ruwatan, bersih  desa dan
lain lainnya, sesuai  kearifan  local  masing masing daerah,  maka  di  daerah  Jawa
pada  umumnya  di perlukan  :
·         Pohon  pisang  raja, pisang  kapok  kuning,  pisang  pulut,  pisang emas, pisang  “morosebo”
·         Pohon  kelapa  ,  kelapa  gading, pohon pinang ( jambe )
·         Pohon  tebu  wulung  ( batang  tebu  berwarna  hitam  ),pohon  sirih,
·         Pohon  beringin, pohon  jeruk  bali, pohon  kluwih, nanas, jeruk nipis,jeruk purut, pohon  gaharu, pohon  cendana, akar  wangi, pohon  waru
·         Tanaman  perdu,  pandan  wangi, puring,  patramenggala (bunga merak),
Alang alang, padi, buah dan bungakapas ,delima putih, dadap  srep.
·         Tanaman  bunga  :  melati, kenanga, kantil, gambir, menur, mawar merah dan putih, telasih, kenikir, kamboja, dll.

Itulah  antara  lain  tanaman  yang perlu  dilestarikan  yang  merupakan  symbol sim
bol  yang  digunakan  dalam  berbagai  upacara  tradisi   Jawa.

No comments:

Post a Comment