Tuesday, August 13, 2013

SEJARAH SINGKAT PRAJA KADIPATEN PAKUALAMAN.


Perjanjian Daendels dengan Sultan H.B.II. yang diwakili oleh Pangeran Adipati Anom (H.B.III.) pada tgl, 10 Januari 1811, sangat merugikan dan menyakitkan hati H.B.II. Sehingga menimbulkan peperangan dan pertentangan antara H.B.II. dan Pangeran Pati, inilah menjadi bibit kekacauan dan malapetaka yang melanda kerajaan Yogyakarta. Tampilah Pangeran Natakusuma dan putranya Tumenggung Natadiningrat menjadi penengah dan memberikan saran-saran untuk keutuhan Kesultanan, dan beliau menganggap Daendels sangat kejam. Oleh Hindia-Belanda kedua Pangeran tsb, dijebloskan ke penjara dan diputus akan dibunuh mati. Tetapi oleh penguasa benteng Cirebon Waterloo sengaja mengulur waktu eksekusinya, hingga saat penggantian Daendels oleh Gubernur Jenderal Janssens atas perintah Kaisar Napoleon Bonaparte. (kala itu negeri Belanda dan jajahannya dikuasai oleh Perancis). Sebab itulah yang menyelamatkan kedua Pangeran tsb, dari maut. Serah-terima jabatan antara Daendels dan Janssens terjadi pada 16 Mei 1811. Peperangan antara Hindia Belanda melawan Inggris bagi H.B.II. memberi kesempatan untuk  memperkuat diri, sekalipun dengan rasa berat harus membantu balatentara ke Semarang untuk membantu Jenderal Janssens. Meskipun demikian H.B.II. masih dendam kepada Pemerintah Belanda. Kesempatan itu dipergunakan juga untuk membebaskan kedua Pangeran tsb, diatas. (Pangeran Natakusuma dan T.Natadiningrat). Pada tgl, 18 September 1811 berakhirlah Pemerintahan Belanda, Nusantara sejak saat itu dikuasai oleh Inggris, Raffles ditunjuk sebagai Letnan-Guberbur di Hindia Belanda ini langsung di bawah protektorat Gubernur Jenderal India-Inggris Lord Minto yang kemudian Lord Moira. Raffles bebas bertindak dan berkuasa. Tanggal 28 September 1811 tibalah Kapten Robinson sebagai Komisaris dari pemerintahan Inggris yang baru di Yogyakarta, dan dia berjanji bahwa segala apa yang pernah ditandai-ditangani sebagai perjanjian dengan Daendels akan tetap diberlakukan dan dipertahankan, tetapi meskipun demikian Sultan Sepuh dan Pangeran Pati mengemukakan tiga persyaratan kepada Lord Minto :
1.      Memperbaiki upeti pesisir.
2.      Menyerahkan kembali pusara para leluhur.
3.      Pemulangan kembali para pangeran yang diasingkan.
Permintaan pertama tidak bisa dikabulkan opleh Raffles, dia hanya bersedia untuk membayar uang kerugian. Sama halnya dengan janji kepada Keraton Surakarta.
Permintaan kedua juga ditolak, karena itu berarti harus diserahkan seluruh daerah pesisir utara.
Hanya permintaan ketiga yang dikabulkan. Setelah Komisaris Robinson kembali, maka kembali H.B.II. menunjukkan kekuasaanya dan berhasil mengangkat dirinya senagai Sultan, dan Pangeran Pati tetap/kembali menjadi Pangeran-Mahkota.
            Sultan Sepuh tetap ingin mempertahankan tata-cara dan istiadat lama ; Patih Danureja disingkirkan dengan dalih dia pro Belanda dan pengkhianat, maka langsung dijatuhi hukuman mati (Patih Seda Kedaton). John Crawfurd sebagai Residen mendapat kesan bahwa Sultan Sepuh sangat anti pemerintahan Eropa, begitu juga sikap Sesuhunan Surakarta. Oleh karena itu, Raffles pada Desember 1811 terpaksa dating sendiri untuk meninjau Jawa Tengah dan minta kedua raja Yogyakarta dan Surakarta harus berada di Semarang untuk menyambut tamu agung tsb. Secara formil Sri Susuhunan bersedia melaksanakan; tetapi Sri Sultan menunjukkan sikap yang patut dibanggakan, beliau mengatakan dalam suratnya kepada Raffles dengan sebutan “Saudara” dan bukan dengan predikat “Tuan Besar”.
            Pada saat itu pula Raffles mengatakan bahwa kenaikan tahta H.B.II. oleh dirinya sendiri tidak berlaku dan beliau akan datang  mengunjungi baik Surakarta maupun Yogyakarta, dengan perantaraan Pangeran Natakusuma yang sangat dia percaya itu karena dia tahu bahwa Pangeran Natakusuma bersama dengan isteri ketiga H.B.II. Ratu Kencana Wulan dan Bupati Madiun R.Rongga Prawiradirja (menantu H.B.II.) bersekongkol membuat kekacauan pemerintahan Daendels, untuk memperkuat hubungan maka Tumenggung Natadiningrat dikawinkan dengan putrid sulungnya Ratu Kencana Wulan yang kemudian bergelar Kangjeng Ratu Ayu.
Pesan Raffles yang dibawa P.Natakusuma antara lain: kemungkinan besar Sultan H.B.II. bisa tetap duduk diatas tahtanya, bila beliau mau merahabilitir kedudukan Pangeran Adipati dan meminta maaf. Ampat hari kemudian Raffles dating sendiri dengan membawa kekuatan militernya. Dari pihak Sultan beliau sudah siap siaga perlengkapan siap tempur.
Menurut cerita rakyat yang bersumber dari kraton (dari mulut ke mulut), Sultan H.B.II. bisa menerima kedatangan Raffles, akan tetapi sejak dari Pengurakan ke Sitihinggil tidak boleh naik kereta jadi harus jalan kaki menuju ke Kraton, dengan sakit hati yang amat sangat Raffles melakukan apa yang diminta oleh H.B.II. Hal ini disampaikan oleh pembantu Raffles yang bernama Stutinghe.
            Di dalam Kraton Sultan H.B.II. menempatkan sebuah “tabouret” (semacam meja kecil yang rendah) di bawah “dhamparnya” dimaksud agar beliau duduknya lebih tinggi daripada Raffles. Oleh salah satu anggota rombongan Raffles “tabouret” tersebut disepaknya. Para pembesar kraton yang melihat kejadian itu langsung mencabut keris mereka atas penghinaan tsb. Sri Sultan menasehatkan agar para pembesar kraton sabar, jangan meluapkan emosi mereka. Sultan H.B.II. cukup puas dengan pengakuan Raffles atas kedudukan dan kekuasaannya. Dalam surat perjanjian antara kedua tokoh tsb, tidak sepatah kata pun disebut tentang Pangeran Anom. H.B.II. bahkan mengadakan konsesi yang lebih penting daripada Sri Sesuhunan, namun tidak semua bagian yang diambil oleh Daendels dikembalikan kepada Sri Sultan. Pertentangan antara H.B.II. dan Pangeran Pati semakin parah. H.B.II. walaupun sangat benci terhadap Pangeran Natakusuma tetapi sangat mengakui kecerdasan dan kecerdikannya, beliau menganggap seorang negarawan dan budayawan. Sebagai perantara kejernihan Kasultanan antara Sultan dan Pangeran Pati. Karena jasa Pangeran Natakusuma terhadap Kasultanan dan Raffles, dalam perjanjian itu Grobogan tidak dikembalikan; oleh Raffles dihibahkan kepada sang Pangeran.
            Sri Sultan memperkuat penjagaan kraton dan memperkuat tentaranya sementara beliau menolak menandatangani kontrak pungutan uang tol-tol pintu gerbang. Pihak pemerintah mendengar, bahwa antara Sri Sultan dan Sri Susuhunan terjalin hubungan denmgan tujuan untuk memperbaharui persyaratan pembayaran uang upeti pesisir, merehabilitir soal tata-cara tradisional yang lama dan penyerahan kembali bagian-bagian tanah yang diambil oleh pihak kompeni, dan bila tidak berhasil, maka kedua kerajaan akan bersama-sama menggempur pihak gupermen Kompeni. Pangeran Pati sendiri tidak setuju akan hal ini, maka Pangeran Pati dicopot gelarnya dan beberapa antek Pangeran banyak yang dibunuh. Saat ini keadaan kasultanan kacau-balau.

Raffles memerintah Kol. Gillespie dengan kekuatan terdiri dari 1200 orang tentara Inggris yang terpilih, dan diperkuat oleh 800 orang tentara P.A. Prang Wadana bersama-sama menyerbu kraton Yogyakarta, tepatnya 20 Juni 1812. Setelah mendapat perlawanan yang tidak seimbang, kraton dikuasai oleh pihak Inggris. Semua harta kekayaan Sri Sultan jatuh ke kekuasaan Inggris. Pada maklumat 28 Juni 1812 Sri Sultan Sepuh dinyatakan turun tahta dan diasingkan ke Pulau Pinang. Sebelum berangkat beliau berpesan kepada Pangeran Pati, agar tidak melupakan jasa dari P.Natakusuma dan kelak kalau beliau dinobatkan menjadi H.B.III. , ajaklah untuk ikut mengemudikan Pemerintahan.
            Tanggal 28 Juni 1812 jadi hari itu Pangeran Pati dinobatkan menjadi H.B.III. dengan perjanjian kontrak dengan Inggris, ternyata kekuasaan mereka sudah begitu dipangkas(dikuras) hingga dengan rasa terpaksa mereka (Yogya dan Surakarta) harus mengakui kekuasaan bangsa Eropa sebagai penguasa seluruh Pulau Jawa. Kedua Kerajaan terpaksa  mengurangi kekuatan militernya, terbatas pada tentara penjagaan kraton saja, semua kekuatan defensif  berada di tangan penguasa Inggris.
            Selanjutnya Yogyakarta harus menyerahkan kekuasaanya atas Kedu, Pacitan, Japan, dan Grobogan, Surakarta menyerahkan sebagian Kedu lainnya, Pacitan, Blora dan Wirasaba. Seperti diketahui, Kedu merupakan milik Negaragung. Dengan disitanya bagian itu, maka sebagai bagian “apanage-stelsel” para pembesar kraton, ini merupakan pukulan berat.
            Sehari setelah penobatan Sultan H.B.III. tepatnya 29 Juni 1812. Raffles mengangkat P.Natakusuma sebagai “Pangeran Merdika” dengan pangkat “Pangeran Adipati” dengan nama Paku-Alam, ini juga merupakan imbalan atas jasa-jasa P.Natakusuma. Sri Sultan menyetujui dan menyerahkan sebidang tanah seluas 4000. cacah, hal ini sesuai dengan amanat Sultan H.B.II. (Sultan Sepuh). Oleh Raffles kebaikan budi H.B.III. ini dibalas dengan mengembalikan tanah Sela, dimana banyak dari nenek-nenek moyang beliaudimakamkan. Jadilah kini Pangeran Natakusuma bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku-Alam, dengan menerima 750 uang Spanyol perbulan, dengan keharusan mengasuh 100 orang tentara dragonders. Ini sama halnya dengan keadaan di Kepangeranan Mangku-Negara di Surakarta.

Tuesday, May 28, 2013

GUSTI HADIPATI



1.      GUSTI KANJENG RATU HAYU, permaisuri Sri Paku Alam II, ibu dari Sri Paku Alam III, eyang dari Sri Paku Alam IV, eyang dari Gusti Timur yang kemudian menjadi permaisuri dari Sri Paku Alam VI  dan ibu dari Sri Paku Alam VII.
2.      GUSTI KANJENG, putri Pangeran Mangkudiningrat  dan cucu dari Sri Sultan HB II, permaisuri dari KPH Nataningprang calon putra mahkota dari Sri Paku Alam II akan tetapi yang wafat mendahului ayahnya, yang dari perkawinannya dengan KPH Nataningprang memperoleh seorang putra yang bernama RT Nataningrat yang kemudian menjadi Sri Paku Alam IV, Gusti kangjeng mana setelah KPH Nataningprang wafat, kemudian menjadi permaisuri dari  Sri Paku Alam III  dan dari perkawinannyaitu memperoleh  seorang putri yang bernama GUSTI TIMUR  dan setelah Sri Paku Alam III mangkat  Gusti Kangjeng itu menjadi permaisuri dari Sri Paku Alam V , dan putrinya dari Sri Paku Alam III yang bernama GUSTI TIMUR kemudian dikawinkan dengan KPH Notokusumo putera mahkota dari Sri Paku Alam V yang akhirnya jumeneng sebagai Sri Paku Alam VI.
3.      GUSTI TIMUR, putri Sri Paku Alam III dari perkawinannya dengan Gusti Kangjeng, yang kemudian dikawinkan dengan Sri Paku Alam VI dan antara lain melahirkan seorang putra yang bernama BRMH Surarjaningrat yang akhirnya jumeneng menjadi Sri Paku Alam VII dalam tahun 1906.
Dengan demikian jelaslah bahwa Sri Paku Alam VII adalah keturunan langsung dari GUSTI KANGJENG RATU HAYU dengan urutan sebagai berikut :
            Gusti Kangjeng Ratu Hayu, peputra Sri Paku Alam III.
            Sri Paku Alam III peputra : GUSTI TIMUR dan GUSTI TIMUR peputra Sri Paku Alam VII
Disamping itu Sri Paku Alam VII juga keturunan langsung dari  GUSTI KANGJENG dengan urutan sebagai berikut :
            GUSTI KANGJENG peputra GUSTI TIMUR, dan GUSTI TIMUR peputra Sri Paku Alam VII
            Dan jelas bahwa Sri Paku Alam VII adalah keturunan langsung dari GUSTI TIMUR, sebab Sri Paku Alam VII adalah putera dari GUSTI TIMUR.
Dari gambaran diatas kita bisa menarik kesimpulan bahwa berkat perjuangan yang gigih baik dari GUSTI KANJENG RATU HAYU, maupun dari GUSTI KANGJENG ataupun dari GUSTI TIMUR, maka pada akhirnya DINASTI PAKUALAMAN tetap bisa mereka kuasai.
Sampai dengan Sri Paku Alam VI pengaruh Kraton Solo masih belum masuk ke dalam PURA PAKUALAMAN.  Akan tetapi setelah Sri Paku Alam VII jumeneng di tahun 1906 dan kemudian dalam tahun 1909 kawin dengan seorang puteri dari Sri Susuhunan Paku Buwono X yang bernama GUSTI RADEN AJENG RETNO PUASA, dan kemudian lebih dikenal dengan nama  GUSTI HADIPATI, maka pengaruh Kraton Solo mulai masuk ke dalam PURA PAKUALAMAN.
Dan yang mengherankan adalah bahwa sejak perkawinan Sri Paku Alam VII dengan seorang puteri dari Sri Susuhunan Paku Buwono X itu, maka kebudayaan Kraton Solo mulai masuk ke dalam PURA PAKUALAMAN, bahkan kemudian kebudayaan Kraton Solo menjadi dominan di PURA PAKUALAMAN.  Jika pada waktu ini orang meninjau Pura Pakualaman maka ia memperoleh kesan seoalah-olah Kadipaten Pakualaman itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan KRATON YOGYAKARTA, melainkan lebih banyak mempunyai hubungan dengan Kraton Solo.  Baik dalam keseniannya, seni karawitan dan seni tarinya maupun dalam cara berpakaian ataupun dari gelar-gelar yang diberikan kepada abdi dalem, semua lebih mirip dengan Kraton Solo daripada Kraton Yogya. Mengenai soal pakaian ini tidak hanya beskapnya akan tetapi juga udeng atau destarnya, warangka duwungnya dan cara mempergunakan AMBEN, semua mirip pada Kebudayaan Kraton Solo.
Terlepas setuju tidaknya terhadap perubahan yang terjadi di Pura Pakualaman, seolah-olah terlepas dari induknya ialah kraton Yogya dan dalam semua hal meniru Kraton Solo, yang jelas adalah bahwa segala sesuatu itu bisa terjadi  karena pengaruh GUSTI HADIPATI.  Dengan demikian kita bisa menarik kesimpulan bahwa GUSTI HADIPATI adalah seorang pribadi yang kuat, sebab baru sejak tahun 1909 GUSTI HADIPATI sudah bisa merubah kebudayaan Kadipaten Pakualaman yang sudah berlaku dan hidup selama kurang lebih satu abad (1813-1909).
Dan memang dalam sejarah ternyata GUSTI HADIPATI adlah seorang pribadi yang kuat yang mempunyai pengaruh positif terhadap puteranya Sri Paku Alam VIII seperti yang akan dijelaskan dibawah ini :
Seperti kita ketahui pada waktu Sri Paku Alam VII mangkat dalam tahun 1937, Sri Paku Alam VIII yang sekarang, yang pada waktu itu masih bernama : KPH Suryodilogo masi berada di Nederland.  Beliau pada waktu itu di utus oleh ayahanda Sri Paku Alam VII untuk menghadiri perkawinan agung antara Puteri Juliana dengan Pangeran Bernard.  Setelah selesai menghadiri perkawinan agung itu, KPH Suryodilogo sebelum pulang ke Indonesia mengadakan perjalanan keliling Eropa.  Tatkala KPH Suryodilogo mengadakan perjalanan keliling itu Sri Paku Alam VII mangkat.
Setelah pemerintah Belanda memperoleh berita tentang mangkatnya Sri Paku Alam VII itu makan segera Perdana Menteri Colijn mengundang KPH Suryodilogo yang masih berada dalam perjalanan keliling Eropa untuk kembali ke DEN HAAG.  Dan setelah KPH Suryodilogo bertemu Perdana Menteri Colijn maka disamping KPH Suryodilogo diberitahu tentang mangkatnya Sri Paku Alam VII, Perdana Menteri Colijn juga menegaskan  kepada beliau bahwa beliaulah yang yang kemudian diangkat oleh Gupermen Belanda untuk menggantikan ayahanda sebagai Sri Paku Alam VIII.  Pada waktu itu KPH Suryodilogo berniat untuk segera pulang ke Indonesia dengan naik kapal terbang, akan tetapi dalam pembicaraan tilpun dari Nederland dengan ibundanya di Yogya, maka GUSTI HADIPATI menasehatinya agar beliau pulang ke Indonesia dengan menggunakan kapal api saja. (Perlu ditambahkan disini sebagai penjelasan bahwa sebelum Perang Dunia II, memang belum ada hubungan udara secara teratur antara Indonesia dan Negeri Belanda seperti sekarang).  Dan perjalanan dari Nederlan ke Indonesia atau sebaliknya dengan kapal terbang masih memakan waktu kurang lebih 12 hari, sebab penerbangan udara pada malam hari pada waktu itu belum lazim dan Negara-negara yang dilewati juga belum semua mempunyai alat-alat yang memadai dilapangan-lapangan terbang yang harus dilewati oleh kapal terbang.
Dengan demikian maka setelah KPH Suryodilogo kembali ke Indonesia, maka kemudian beliau dinobatkan sebagai Sri Paku Alam VIII pada tanggal 13 April 1937.  Pada waktu KPH Suryodilogo dibobatkan sebagai Kepala Kadipaten Pakualaman itu beliau boleh dikatakan belum memiliki pengalaman yang banyak dan luas dalam memimpin pemerintahan.  Untunglah bahwa Sri Paku Alam VIII dalam memimpin Kadipaten Pakualaman itu masih dapat didampingi Ibundanya : GUSTI HADIPATI yang selama kurang lebih 28 tahun mendampingi suaminya Sri Paku Alam VII sebagai Kepala Kadipaten Pakualaman.
Seperti kita ketahui baru saja Sri Paku Alam VIII memegang tampuk pemerintahan di Kadipaten Pakualaman kemudian pecahlah perang dunia II dalam bulan September 1939, dan pada tanggal 10 Mei 1940 Nederland diserbu dan diduduki oleh JERMAN HITLER, sehingga Indonesia putus hubungan dengan Nederland.  Dan pada tanggal 8 Maret 1942 Indonesia diduduki oleh JEPANG.
Pada saat-saat menghadapi pendudukan Jepang dalam tahun 1942 itu, maka GUSTI HADIPATI menasehati puteranya Sri Paku Alam VIII agar untuk selanjutnya dalam menghadapi segala hal, Sri Paku Alam VIII jangan meninggalkan Sri Sultan HB IX yang sudah jumeneng sejak tanggal 18 Maret 1940.  Maka oleh karenanya sejak jaman Jepang itulah hubungan antara Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjadi erat.
Konperensi Pamong Praja dilangsungkan bersama-sama dibawah pimpinan kedua PEPATIH DALEM dari Kasultanan dan Pakualaman.