1. GUSTI KANJENG RATU HAYU, permaisuri
Sri Paku Alam II, ibu dari Sri Paku Alam III, eyang dari Sri Paku Alam IV,
eyang dari Gusti Timur yang kemudian menjadi permaisuri dari Sri Paku Alam
VI dan ibu dari Sri Paku Alam VII.
2. GUSTI KANJENG, putri Pangeran
Mangkudiningrat dan cucu dari Sri Sultan
HB II, permaisuri dari KPH Nataningprang calon putra mahkota dari Sri Paku Alam
II akan tetapi yang wafat mendahului ayahnya, yang dari perkawinannya dengan
KPH Nataningprang memperoleh seorang putra yang bernama RT Nataningrat yang
kemudian menjadi Sri Paku Alam IV, Gusti kangjeng mana setelah KPH
Nataningprang wafat, kemudian menjadi permaisuri dari Sri Paku Alam III dan dari perkawinannyaitu memperoleh seorang putri yang bernama GUSTI TIMUR dan setelah Sri Paku Alam III mangkat Gusti Kangjeng itu menjadi permaisuri dari
Sri Paku Alam V , dan putrinya dari Sri Paku Alam III yang bernama GUSTI TIMUR
kemudian dikawinkan dengan KPH Notokusumo putera mahkota dari Sri Paku Alam V
yang akhirnya jumeneng sebagai Sri Paku Alam VI.
3. GUSTI TIMUR, putri Sri Paku Alam III
dari perkawinannya dengan Gusti Kangjeng, yang kemudian dikawinkan dengan Sri
Paku Alam VI dan antara lain melahirkan seorang putra yang bernama BRMH
Surarjaningrat yang akhirnya jumeneng menjadi Sri Paku Alam VII dalam tahun
1906.
Dengan
demikian jelaslah bahwa Sri Paku Alam VII adalah keturunan langsung dari GUSTI
KANGJENG RATU HAYU dengan urutan sebagai berikut :
Gusti Kangjeng Ratu Hayu, peputra
Sri Paku Alam III.
Sri Paku Alam III peputra : GUSTI
TIMUR dan GUSTI TIMUR peputra Sri Paku Alam VII
Disamping
itu Sri Paku Alam VII juga keturunan langsung dari GUSTI KANGJENG dengan urutan sebagai berikut :
GUSTI KANGJENG peputra GUSTI TIMUR,
dan GUSTI TIMUR peputra Sri Paku Alam VII
Dan jelas bahwa Sri Paku Alam VII
adalah keturunan langsung dari GUSTI TIMUR, sebab Sri Paku Alam VII adalah
putera dari GUSTI TIMUR.
Dari
gambaran diatas kita bisa menarik kesimpulan bahwa berkat perjuangan yang gigih
baik dari GUSTI KANJENG RATU HAYU, maupun dari GUSTI KANGJENG ataupun dari
GUSTI TIMUR, maka pada akhirnya DINASTI PAKUALAMAN tetap bisa mereka kuasai.
Sampai dengan
Sri Paku Alam VI pengaruh Kraton Solo masih belum masuk ke dalam PURA
PAKUALAMAN. Akan tetapi setelah Sri Paku
Alam VII jumeneng di tahun 1906 dan kemudian dalam tahun 1909 kawin dengan
seorang puteri dari Sri Susuhunan Paku Buwono X yang bernama GUSTI RADEN AJENG
RETNO PUASA, dan kemudian lebih dikenal dengan nama GUSTI HADIPATI, maka pengaruh Kraton Solo
mulai masuk ke dalam PURA PAKUALAMAN.
Dan yang
mengherankan adalah bahwa sejak perkawinan Sri Paku Alam VII dengan seorang
puteri dari Sri Susuhunan Paku Buwono X itu, maka kebudayaan Kraton Solo mulai
masuk ke dalam PURA PAKUALAMAN, bahkan kemudian kebudayaan Kraton Solo menjadi
dominan di PURA PAKUALAMAN. Jika pada
waktu ini orang meninjau Pura Pakualaman maka ia memperoleh kesan seoalah-olah
Kadipaten Pakualaman itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan KRATON
YOGYAKARTA, melainkan lebih banyak mempunyai hubungan dengan Kraton Solo. Baik dalam keseniannya, seni karawitan dan
seni tarinya maupun dalam cara berpakaian ataupun dari gelar-gelar yang
diberikan kepada abdi dalem, semua lebih mirip dengan Kraton Solo daripada
Kraton Yogya. Mengenai soal pakaian ini tidak hanya beskapnya akan tetapi juga
udeng atau destarnya, warangka duwungnya dan cara mempergunakan AMBEN, semua
mirip pada Kebudayaan Kraton Solo.
Terlepas
setuju tidaknya terhadap perubahan yang terjadi di Pura Pakualaman, seolah-olah
terlepas dari induknya ialah kraton Yogya dan dalam semua hal meniru Kraton
Solo, yang jelas adalah bahwa segala sesuatu itu bisa terjadi karena pengaruh GUSTI HADIPATI. Dengan demikian kita bisa menarik kesimpulan
bahwa GUSTI HADIPATI adalah seorang pribadi yang kuat, sebab baru sejak tahun
1909 GUSTI HADIPATI sudah bisa merubah kebudayaan Kadipaten Pakualaman yang sudah
berlaku dan hidup selama kurang lebih satu abad (1813-1909).
Dan memang
dalam sejarah ternyata GUSTI HADIPATI adlah seorang pribadi yang kuat yang
mempunyai pengaruh positif terhadap puteranya Sri Paku Alam VIII seperti yang
akan dijelaskan dibawah ini :
Seperti kita
ketahui pada waktu Sri Paku Alam VII mangkat dalam tahun 1937, Sri Paku Alam
VIII yang sekarang, yang pada waktu itu masih bernama : KPH Suryodilogo masi
berada di Nederland. Beliau pada waktu
itu di utus oleh ayahanda Sri Paku Alam VII untuk menghadiri perkawinan agung
antara Puteri Juliana dengan Pangeran Bernard.
Setelah selesai menghadiri perkawinan agung itu, KPH Suryodilogo sebelum
pulang ke Indonesia mengadakan perjalanan keliling Eropa. Tatkala KPH Suryodilogo mengadakan perjalanan
keliling itu Sri Paku Alam VII mangkat.
Setelah
pemerintah Belanda memperoleh berita tentang mangkatnya Sri Paku Alam VII itu
makan segera Perdana Menteri Colijn mengundang KPH Suryodilogo yang masih
berada dalam perjalanan keliling Eropa untuk kembali ke DEN HAAG. Dan setelah KPH Suryodilogo bertemu Perdana
Menteri Colijn maka disamping KPH Suryodilogo diberitahu tentang mangkatnya Sri
Paku Alam VII, Perdana Menteri Colijn juga menegaskan kepada beliau bahwa beliaulah yang yang
kemudian diangkat oleh Gupermen Belanda untuk menggantikan ayahanda sebagai Sri
Paku Alam VIII. Pada waktu itu KPH
Suryodilogo berniat untuk segera pulang ke Indonesia dengan naik kapal terbang,
akan tetapi dalam pembicaraan tilpun dari Nederland dengan ibundanya di Yogya,
maka GUSTI HADIPATI menasehatinya agar beliau pulang ke Indonesia dengan
menggunakan kapal api saja. (Perlu ditambahkan disini sebagai penjelasan bahwa
sebelum Perang Dunia II, memang belum ada hubungan udara secara teratur antara
Indonesia dan Negeri Belanda seperti sekarang).
Dan perjalanan dari Nederlan ke Indonesia atau sebaliknya dengan kapal
terbang masih memakan waktu kurang lebih 12 hari, sebab penerbangan udara pada
malam hari pada waktu itu belum lazim dan Negara-negara yang dilewati juga
belum semua mempunyai alat-alat yang memadai dilapangan-lapangan terbang yang
harus dilewati oleh kapal terbang.
Dengan
demikian maka setelah KPH Suryodilogo kembali ke Indonesia, maka kemudian
beliau dinobatkan sebagai Sri Paku Alam VIII pada tanggal 13 April 1937. Pada waktu KPH Suryodilogo dibobatkan sebagai
Kepala Kadipaten Pakualaman itu beliau boleh dikatakan belum memiliki
pengalaman yang banyak dan luas dalam memimpin pemerintahan. Untunglah bahwa Sri Paku Alam VIII dalam
memimpin Kadipaten Pakualaman itu masih dapat didampingi Ibundanya : GUSTI HADIPATI
yang selama kurang lebih 28 tahun mendampingi suaminya Sri Paku Alam VII
sebagai Kepala Kadipaten Pakualaman.
Seperti kita
ketahui baru saja Sri Paku Alam VIII memegang tampuk pemerintahan di Kadipaten
Pakualaman kemudian pecahlah perang dunia II dalam bulan September 1939, dan
pada tanggal 10 Mei 1940 Nederland diserbu dan diduduki oleh JERMAN HITLER,
sehingga Indonesia putus hubungan dengan Nederland. Dan pada tanggal 8 Maret 1942 Indonesia
diduduki oleh JEPANG.
Pada
saat-saat menghadapi pendudukan Jepang dalam tahun 1942 itu, maka GUSTI
HADIPATI menasehati puteranya Sri Paku Alam VIII agar untuk selanjutnya dalam
menghadapi segala hal, Sri Paku Alam VIII jangan meninggalkan Sri Sultan HB IX
yang sudah jumeneng sejak tanggal 18 Maret 1940. Maka oleh karenanya sejak jaman Jepang itulah
hubungan antara Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjadi erat.
Konperensi
Pamong Praja dilangsungkan bersama-sama dibawah pimpinan kedua PEPATIH DALEM
dari Kasultanan dan Pakualaman.